US Dollar bergerak di kisaran level tertinggi mingguan terhadap mata uang utama dunia di hari Jumat setelah data GDP yang dirilis diinterpretasikan oleh para pelaku pasar sebagai data yang akan dijadikan acuan oleh Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga untuk yang pertama kalinya sejak 2006.

Indeks dollar naik ke kisaran 97.773 hari Kamis (31/7), telah menguat sejauh 1,5 persen dari level terendah Senin.

Data GDP di kuartal ke-2 tahun 2015 memperlihatkan bahwa perekonomian Amerika Serikat (AS) tumbuh sebesar 2,3 persen. Meskipun lebih rendah daripada perkiraan yaitu 2,6 persen namun pertumbuhan terjadi dibandingkan dengan kuartal pertama yang juga direvisi naik 0,6 persen dari data awal yaitu kontraksi sebesar 0,2 persen.

Laporan tersebut juga memperlihatkan bahwa terjadi kenaikan inflasi dan tingkat belanja masyarakat selama kuartal ke-2 tersebut.

Sementara dollar menguat, euro tergelincir ke kisaran $1.08935 yang merupakan level terendah sejak lebih dari sepekan. Di awal sesi Asia, euro diperdagangkan di kisaran $1.0945. Euro juga menghadapi tekanan karena adanya berita bahwa International Monetary Fund (IMF) tidak bisa secara resmi ikut serta dalam perundingan bailout dengan Yunani hingga negara yang sedang bangkrut itu menyetujui agenda reformasi yang komprehensif.

Terhadap yen, dollar sempat menguat ke kisaran tertinggi tujuh minggu di 124.58 sebelum kembali terkoreksi ke kisaran 123.97 di awal sesi Asia. Para spekulan agak berhati-hati untuk mendorong yen ke kisaran 125 karena Gubernur Bank of Japan, Haruhiko Kuroda, mengatakan di bulan Juni lalu bahwa ia tidak melihat ada alasan untuk pelemahan yen lebih jauh ketika yen berada di kisaran level tersebut.

Yen tidak terlalu memperlihatkan respon yang signifikan terhadap data inflasi Jepang yang beragam, yang memperlihatkan bahwa inflasi inti nasional Jepang naik 0,1 persen di bulan Juni. Namun inflasi inti di area Tokyo yang diumumkan sebulan sebelumnya, memperlihatkan bahwa inflasi inti turun 0,1 persen.

USD bergerak stabil menjelang rilis data Gross Domestic Product (GDP) atau Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Amerika Serikat (AS) yang merupakan salah satu data yang terus dipantau oleh Federal Reserve (Fed) sebagai dasar pengambilan keputusan untuk menentukan arah suku bunga di bulan September.

Dalam pernyataan setelah rapat dewan gubernur pukul 01.00 WIB tadi, bank sentral AS tersebut mengatakan bahwa perekonomian dan sektor tenaga kerja AS masih terus menguat, sehingga sangat mungkin Fed akan menaikkan suku bunga pada rapat FOMC (Federal Open Market Committee) yang akan datang. Pernyataan tersebut menggarisbawahi bahwa perekonomian AS telah mampu pulih dari pelambatan yang terjadi di kuartal pertama 2015 dan semakin bertumbuh secara bertahap.

Estimasi awal untuk data GDP AS kuartal ke-2 akan dipublikasikan hari ini pukul 19.30 WIB. Perekonomian AS terlihat kembali tumbuh sebesar 2,7 persen setelah kontraksi yang terjadi di kuartal pertama dihantam oleh cuaca musim dingin yang buruk.

Data  GDP tersebut diperkirakan bisa memicu minat beli USD dan kemungkinan akan menyebabkan EUR/USD akan kembali bergerak turun. Mayoritas ekonom dan pengamat memperkirakan bahwa perekonomian AS akan menguat dan Fed akan memulai pengetatan kebijakan moneter di bulan September. Namun, jika data GDP tersebut ternyata buruk maka optimisme pasar akan kenaikan suku bunga dalam waktu dekat bisa jadi akan pupus.

USD hingga saat berita ini diturunkan masih bergerak stabil di kisaran 123.940 yen, tidak jauh dari level tertingginya semalam yaitu 124.016. Sementara itu euro juga hampir flat di kisaran 1.0983.

Indeks dollar, yang melacak pergerakan USD terhadap enam mata uang utama dunia lainnya, menguat ke kisaran 97.187 mendekati level tertinggi kemarin di 97.254.

Dollar bertahan di awal sesi perdagangan Rabu seiring penantian para trader mengenai arah kebijakan moneter Federal Reserve.

Menjelang pengumuman dari Fed Kamis (30/7) dini hari pada pukul 01.00 WIB, pasar kemungkinan akan bergerak dalam range sempit. Indeks dollar sendiri bergerak di kisaran 96.651, rebound dari level terendah dua minggu di 96.288 yang disentuh Senin lalu. Euro terkoreksi dari level tertinggi Senin di kisaran 1.11295 ke kisaran 1.1065 terhadap USD.

USD stabil terhadap yen di kisaran 123.57, di atas level terendah pekan ini di kisaran 123.01. USD/JPY sepertinya tidak akan mengalami pergerakan signifikan jika Fed tidak memberikan petunjuk yang jelas akan rencana kenaikan suku bunga, mengingat USD/JPY belum memperlihatkan reaksi yang signifikan terhadap pernyataan kebijakan moneter Fed di tahun ini.

Banyak mata uang komoditi masih berada di bawah tekanan akibat kekhawatiran pelambatan ekonomi China, meskipun telah menguat dari level terendah multi-tahun berkat kembali stabilnya bursa saham China setelah pelemahan yang besar di hari Senin lalu.

Dolar Australia diperdagangkan di kisaran $0.7339, pulih dari level terendah enam tahunnya. Sementara itu dolar New Zealand, yang memperlihatkan performa terburuk di antara mata uang utama dunia tahun ini, menguat 0,3 persen.

Mata uang safe-haven yen masih perkasa karena para investor mengamati pertemuan dua hari yang diselenggarakan oleh Federal Reserve untuk memutuskan kebijakan moneter. Pasar juga terpengaruh oleh jatuhnya saham-saham China di sesi sebelumnya, yang turut membantu penguatan yen ke level tertinggi dua minggu terhadap USD.

Dollar bisa dikatakan hampir bergerak flat di awal perdagangan hari ini terhadap Yen di kisaran 123.26 setelah sempat turun ke 123.00 kemarin. Sementara itu euro terkoreksi ke kisaran 136.71 yen setelah sempat naik ke kisaran 137.10.

Saham-saham di Shanghai jatuh 8,5 persen kemarin, yang merupakan pelemahan terbesar dalam 8 tahun terakhir dan turut menyeret bursa Eropa serta Amerika Serikat (AS).

Sebagian investor meyakini bahwa Federal Reserve akan mulai menaikkan suku bunga di awal September. Rumor ini turut andil dalam penguatan USD dalam beberapa pekan terakhir ini.

Indeks dollar, yang memantau pergerakan USD terhadap enam mata uang utama lainnya, bergerak stabil di kisaran 96.552 setelah sempat melemah hingga kisaran 96.288 Senin kemarin. Level tersebut merupakan level terendah sejak 14 Juli lalu.

Dollar melemah terhadap euro dan yen setelah jatuhnya saham-saham Amerika Serikat (AS). Pasar menantikan keputusan Federal Reserve pada pertemuan yang akan datang.

Euro menguat sekitar 1,4 persen terhadap USD pekan lalu setelah sempat melemah hingga 5 persen sejak pertengahan Juni karena krisis yang dialami oleh Yunani dan perbedaan kebijakan moneter antara AS dan Eropa.

USD juga terlihat lemah terhadap yen di tengah meningkatnya kewaspadaan akibat peringatan lisan tentang depresiasi yen dari pejabat Jepang. Meskipun demikian, jika hasil positif muncul dari pertemuan FOMC mendatang kemungkinan pelemahan USD terhadap yen akan berhenti.

Pasar menantikan hasil dari pertemuan FOMC yang digelar 28-29 Juli mendatang untuk melihat apakah para pengambil kebijakan moneter akan memberikan petunjuk mengenai kapan persisnya suku bunga akan mulai dinaikkan. Sementara ini pasar memperkirakan bahwa Fed akan mulai menaikkan suku bunga di awal September dan rumor ini menjadi salah satu faktor kunci penguatan USD di bulan-bulan sebelumnya.

Dollar Australia masih berjuang di dekat level terendah enam tahun terhadap USD, dihadapkan pada kemungkinan bahwa bank sentral Australia justru akan menurunkan suku bunga. Penurunan harga komoditi telah berdampak pada Aussie, diperparah oleh lemahnya data industri China yang merupakan mitra dagang utama Australia.

Euro sempat menguat dengan naik ke atas $ 1,10 untuk pertama kalinya dalam seminggu, ketika parlemen Yunani menyetujui reformasi tahap kedua yang diperlukan untuk memulai negosiasi dengan pihak kreditur dalam upaya untuk mencegah kebangkrutan.

Greenback melemah terhadap mata uang utama lainnya meskipun ekspektasi bahwa Federal Reserve AS akan menaikkan suku bunga pada akhir tahun.Dari langkah terbaru Athena terhadap bailout, telah membuat positif bagi mata uang Euro. Yunani dianggap telah mengambil inisiatif untuk menghidupkan kembali pembicaraan dengan pihak kreditor. Euro naik 0,6 persen terhadap terakhir dolar dan yen di $ 1,1000 dan ¥ 136,19.

Greenback mengalami kerugian singkat terhadap yen setelah data pemerintah AS mengatakan bahwa tunjangan pengangguran turun menjadi 255.000 di pekan lalu, terendah sejak November 1973. Hal Ini mendukung pandangan bahwa pasar pekerjaan telah membaik yang memungkinkan Fed untuk menaikkan suku bunga pada awal September.

Dolar kembali tertekan sebelumnya ketika imbal bagi hasil US Treasury jatuh ke level dua minggu terendah terhadap kekhawatiran deflasi karena penurunan harga komoditas.

Dolar diperdagangkan mendekati harga tertinggi empat bulan dan indeks saham berjangka AS naik sebelum data klaim pengangguran dirilis. Saham Asia bergerak, sementara mata uang Selandia Baru melonjak setelah suku bunga dipotong.

Greenback naik terhadap mata uang emergingmarket dan dolar Australia di Tokyo. Index MSCI Asia Pacific sedikit berubah ketika indeks Topix Jepang naik 0,4 persen. Emas diperdagangkan di bawah $ 1.100 per ounce dan minyak AS melayang dekat pasar beruang. Kiwi naik sebanyak 1,2 persen.

Investor telah beralih dengan memfokuskan pada kebijakan moneter AS, dimana pada bulan September mungkin akan menaikan suku bunga pertama kali sejak 2006 setelah laporan perkiraan perumahan yang lebih baik dari hari Rabu.

Dolar menggerogoti harga komoditas dunia ketika melemahnya permintaan global. Kiwi naik ke 66,13 sen AS dan naik 0,7 persen terhadap mata uang Dolar Australia. Meskipun suku bunga diturunkan 0,25 persen, pernyataan bank sentral tidak terlampau dovish, khususnya mengenai nilai tukar. Imbal hasil obligasi pemerintah Selandia Baru 10-tahun turun dua basis poin, atau 0,02 persen poin, menjadi 3,41 persen, sedangkan Index NZX 50 tergelincir 0,1 persen.